Namanya Paidi, dia tidak ganteng dan tidak juga jelek, dia bukan mahkluk fiksi, dia nyata, yeah, sekali lagi dia nyata, walau dia suka menulis fiksi, terutama yang berbau kegilaan tentang moralitas sosial yang sudah diambang batas.
Suatu hari Paidi sangat merasa risau tentang semakin tersingkirnya pejalan kaki di daerahnya tinggal, bayangkan saja kenapa dia tidak risau, bahkan diapun resah bahkan marah.
Saat siang hari yang panas, disaat dia sedang berjalan menuju kesuatu tempat biasa dia mencari sebuah inspirasi. Saat itu jalanan sedang padat merayap, Paidi sudah berjalan di pinggir bersama beberapa pejalan kaki lainya, namun tiba-tiba saja ada sebuah mobil sedikit menyerempetnya.
‘’ Hay, kalau jalan itu lihat-lihat, dasar goblog, punya mata gak sih ?!
Teriak seorang dari dalam sebuah mobilnya yang tiba-tiba berhenti, pengemudi itupun turun dan mencoba mendekati Paidi, raut wajahnya di penuhi oleh amarah, namun Paidi hanya tersenyum, walau posisi tubuhnya sedang terduduk diantara kerumunan orang-orang yang mencoba menolongnya.
‘’ Maaf pak, saya rasa mata saya tidak buta, saya berjalan tepat dipinggir, bukan di tengah jalan, dan saya mengerti soal peraturan lalu lintas, karena saya juga pernah sekolah.
Namun Pengendara mobil itu semakin geram saja dan menyangkal dengan segala opini sambil sesekali menyeka keringat dengan dasinya yang berwarna hitam.
‘’ Ehh, sudah salah malah ceramah, saya ini rektor, kamu tau apa, pejalan kaki itu gak tau apa-apa selain berjalan seenaknya !!
Orang-orang disekelilingpun mulai nampak geram, namun Paidi mencoba menahan emosi mereka.
‘’ Bapak reactor, eh bapak rektor yang terhormat, saya bukan mahasiswa anda, jadi anda tidak berhak mengomel kepada saya.
‘’ Anda itu sudah salah, kenapa anda masih mengelaknya, dan lebih keterlaluan lagi anda melecehkan para pejalan kaki, berarti anda harus memototng kaki anda, itu kalu anda tidak mau kami samakan sebagai orang yang tidak tau apa-apa, terutama peraturan.
Rektor itupun terdiam seketika, keringatnya semaki mengucur, dan tawa ramaipun terdengar serentak diantara kerumunan.
‘’ Seharusnya anda tau diri, saya berani persoalan ini dibawa kepengadilan, karena saya benar, apakah bapak hapal tentang isi dari Pancasila, bapak telah melanggar sila ke empat, saya punya saksi, dan saya punya rekaman foto posisi mobil bapak menyerempet saya, silahkan kita pengadilan kalau bapak rektor yang terhormat masih menyangkal.
Lelaki dengan perawakan gemuk dan berambut botak itupun semakin gemetaran badanya, wajahnya yang merah spontan pucat pasi, dasinyapun dia copot seketika, dan segera dia mengeluarkan dompetnya.
‘’ Mari kita bicara dengan kekeluargaan, bisakan…
Namun Paidi hanya tersenyum sambil menatap orang-orang yang sedang mengerumuninya.
‘’ Silahkan anda tanyakan berapa biaya kekeluargaan kepada orang-orang ini, maaf, orang tua saya pemilik Rumah sakit disebelah sana, saya akan minta antarkan bapak di samping saya ini.
Sang rektorpun tak sanggup menjawabnya, orang-orangpun semakin tertawa terbahak-bahak, dan salah satunyapun nyeletuk secara sepontanya.
‘’ Wani piro, hahahahaaaaaaaaaaaaaaaa…..
Sekian
Selamat ulang tahun Pancasilaku.
Selatan borneo 01062011
bvb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar