Jumat, 16 Desember 2011

Reni Nama Gadis Itu




Kemanakah si kumbang jantan
setelah madu dari kelopak telah puas terhisap
sedangkan sang bunga sudah tak lagi merekah
namun hijau daun senantiasa hiasi tangkainya
*****
Reni nama gadis itu. Kini matanya selalu berkaca-kaca kala benaknya membuat dadanya terasa sesak dan perih. Tatapnyapun selalu menerawang jauh mencari tahu dimana kini pujaan hatinya berada, setelah beberapa waktu lalu dia berikan segalanya padanya.
Matahari sore telah semakin beranjak menuju peraduan. Namun gadis itu masih gelisah dan terkadang rasanya terkuasai amarah yang membuncah.

” Duhay pujaan hatiku, aku disini teramat bimbang memikirkanmu. Kenapa kamu pergi duhay lelakiku, apakah kamu masih sebagai lelaki setelah kehormatanku aku beri.
Gadis itu semakin tak dapat menguasai beban yang semakin menyesakan dadanya. Sesekali ia pandangi sebilah pisau yang sedari tadi digeletakan ibunya usai memetik buah di pekarangan tempat ia melamun kini. Nafasnya terdengar semakin berpacu, benaknya dipenuhi suara-suara yang membuatnya semakin tak terkendali.

Tak berapa lama gadis itupun berdiri dari kursi kayu, iapun mulai melangkah mendekati sebilah pisau yang tergeletak diatas meja. Diambilnya pisau itu, namun belum sempat ia menggorokan kelehernya, tiba-tiba seorang lelaki paruh baya memegang tanganya. Gadis itupun meronta-ronta takaruan, ia mencoba memberontak dari cengkraman tangan kekar yang menahanya. Namun tubuhnya yang mungil itu tak berdaya melawanya. Pisau di tanganyapun telah berpindah tangan dan segera dibuang jauh-jauh oleh lelaki itu.

” Reni, sadar nak sadarlah nak! Apa yang telah kau lakukan, sadarlah nak, sadar nduk…istighfar…
Namun gadis itu hanya bisa menangis keras, dan sesekali iapun teriak, hingga suaranya mengejutkan sekitarnya.

” Menangislah nak, teriaklah, asal jangan kau akhiri hidupmu. Pamanmu akan mendengarkanmu, lihatlah nak, ibumu juga menangis. Apa kau tega meninggalkan ibumu sendirian dengan tangisan. Sudahlah nak, paman akan membantumu menemukan lelaki itu.

Perlahan gadis itu melemahkan nada suaranya, ia pandangi wajah sang ibu yang terduduk lemah bersandar sebuah pada dinding ruangan yang telah kusam warnanya. Ia seka air matanya dan berjalan perlahan menuju pelukan sang bunda yang penuh cinta.

¤¤¤¤¤ tamat ¤¤¤¤¤
ketika asmara telah menyapamu, cobalah buka kedua mata dan telingamu, agar kebodohan tak seirama dengan tindakan.

Pinggir trotoar bjb 17-12-11
bvb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar